kubet indonesia – Jangan Salahkan Reaksi Diam Korban Pelecehan, Belajar dari Kasus Dokter Kandungan Lecehkan Pasien

Posted :

by :

Ilustrasi pelecehan seksual.

Lihat Foto

Dalam rekaman CCTV yang tersebar di media sosial, sang dokter menjalankan aksi tidak senonoh saat pasien sedang menjalankan pemeriksaan USG. 

Saat kejadian tersebut, korban terlihat diam. Reaksi pasif korban ini menimbulkan spekulasi dan komentar menyudutkan.

Tak sedikit yang mempertanyakan mengapa korban tidak berteriak, tidak melawan, atau tidak langsung melaporkan tindakan tersebut.

Alasan Korban Pelecehan Seksual Diam dan Tak Melawan

Menanggapi hal tersebut, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (Psikiater) dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ menegaskan, masyarakat sebaiknya tidak serta-merta menyalahkan korban yang diam saat mengalami pelecehan seksual.

“Orang yang melihat berita tentang pelecehan seksual dengan mudahnya mengatakan kenapa korban tidak teriak, tidak kabur, tidak memukul. Mereka tidak mengerti karena tidak di posisi korban,” ujar Zulvia kepada Kompas.com, Selasa (15/4/2025).

Ia menambahkan, saat seseorang mengalami pelecehan seksual, tubuh dan otaknya bereaksi terhadap situasi berbahaya. 

Dalam kondisi tersebut, respons alami tubuh tidak selalu berupa tindakan melawan atau kabur.

“Ketika mengalami pelecehan seksual, di situlah terjadi proses di mana seseorang berhadapan langsung dengan kondisi berbahaya,” kata dia.

Menurut Zulvia, salah satu reaksi umum yang terjadi adalah respons membeku atau freeze. 

Dalam kondisi ini, otak seperti berhenti memproses informasi secara normal karena kaget atau tidak percaya atas apa yang sedang dialami. 

“Otaknya membeku, seperti lagi mematung, membeku, karena tidak tahu apa yang harus dilakukan atau sedang memproses apa yang terjadi. Jadi jangan salahkan reaksi korban,” ungkap Zulvia.

Ketika otak mulai memproses dan menyadari bahwa tindakan tersebut salah, berbagai perasaan pun muncul dalam diri korban.

Ada rasa takut, rasa bersalah, hingga perasaan tidak enak yang membuat korban ragu untuk berteriak, menolak, atau melawan.

Jangan sampai korban sudah mengalami pengalaman yang traumatis, lalu disalahkan karena hanya memberikan respons yang diam saja. 

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *